Selasa, 02 September 2008

Kembali Ke Makna Ramadhan

Oleh : Yuniar Kustanto

Datangnya bulan suci Ramadhan sangat dinanti kaum muslimin di seluruh belahan bumi dunia. Di negara – negara arab bulan Ramadhan di sambut dengan gemerlapnya lampu – lampu serta lampion – lampion yang mewarnai setiap jalan dan rumah – rumah. Sedangkan di negara – negara benua eropa (examp : Austria dan Swedia) menjelang bulan suci muslim diramaikan dengan kampanye pengumpulan sedekah dan paket lebaran untuk keluarga miskin dan anak – anak yatim piatu. Indonesia tidak mau kalah, pesta penyambutan bulan suci itu pun berlangsung meriah disetiap daerah. mulai dari budaya padusan, Targhib atau pawai Ramadhan, hingga acara semeriah pesta pun dilakukan. itu semua dilakukan demi menyambut bulan suci.

Pada umumnya kaum muslimin terutama masyarkat Indonesia senantiasa menyambut Ramadhan dengan symbol – symbol keagamaan artyfisial. Walaupun symbol – symbol seperti itu perlu mengingat eksistensi Islam dan hikmah Ramadhan yang perlu disampaikan. Namun, disisi lain symbol – symbol artificial seperti itu tidak dibarengi dengan aktifitas – aktifitas ruhani dan pendekatan diri terhadap sang Pencipta. Bahkan, ada juga masyarakat yang belum tersadarkan untuk mencoba menyingkap ruh dan efek yang seharusnya timbul dari proses ibadah tersebut. Hal ini dibuktikan dengan pada waktu malam pertama Ramadhan masih saja ada pasangan muda – mudi yang belum menikah ( pacaran ) berkeliaran berbonceng ria tanpa menghiraukan adanya ibadah sholat Isya dan tarawih di masjid - masjid . Selain itu, di pinggir – pinggir jalan ada juga yang nongkrong baik di kucingan ataupun di trotoar – trotoar masih terhitung cukup banyak.
Hal ini yang menjadi perhatian penulis bahwa masih kurangnya kesadaran mahasiswa akan makna bulan Ramadhan itu sendiri. Jikalau kita mau menilik tarikh ataupun sirah nabi dan sahabat, disana disampaikan bahwa ketika menjelang bulan Ramadhan berbagai persiapan pun dilakukan jauh – jauh hari oleh Rasulullah dan para Sahabat. Mulai dari puasa bulan Sya’ban, memperbanyak infaq, hingga melakukan amalan salih lainnya. Bahkan, Rasulullah saw sendiri ketika menjelang Ramadhan mengumpulkan para sahabatnya untuk mengingatkan dan menyampaikan kepada mereka tentang hikmah dan keutamaan Ramadhan agar para sahabat memiliki kesemangatan dalam beribadah di bulan Ramadhan. Sehingga tidak disangsikan lagi bahwa pada generasi ini Islam memiliki kejayaan pada level tertinggi.
Fenomena – fenomena yang disampaikan penulis di atas tadi cukup menjadi ironi dan kontradiksi dengan apa yang di lakukan pada zaman Rasul dan sahabat. Penulis merasakan semakin maju peradaban manusia semakin hilang makna Ramadhan pada kehidupan. Seakan – akan Ramadhan bagi sebagian mahasiswa Unnes hanya sebagai bulan biasa saja, tanpa adanya efek positif apa – apa. Tampaknya sudah saatnya kita kembali memaknai Ramadhan dengan apa yang di maknai oleh para sahabat dan salafus salih. Kajian – kajian Ramadhan di masjid - masjid, kantor - kantor sudah saatnya dipenuhi oleh masyarakat muslim dari berbagai penjuru tanpa mempedulikan ras dan golongan. Sikap – sikap saling mengingatkan akan kebaikan perlu ditumbuhkan kembali di kalangan masyarakat, budaya – budaya masyarakat yang terkesan hedonistik dan mubadzir perlu diganti dengan budaya – budaya yang bermanfaat bagi umat sehingga Ramadhan tahun ini dapat menjadi titik tolak perubahan manusia untuk membentuk generasi unggul yang mampu mencetak peradaban manusia menuju tingkat yang lebih tinggi. Jangan sampai kita melewati Ramdhan tahun ini tanpa memperoleh apa – apa seperti yang di sabdakan Rasulullah saw ; “ Barangsiapa tidak memperoleh kebaikan Ramadhan, maka dia tidak memperoleh bagian apa – apa “.

Tidak ada komentar: